Maaf tante, aku bukan abdi negara

Di lengangnya ruang tamu, ia tertunduk malu. Berusaha tegar melihat ubin yang juga menatapnya, kecewa. 

Kalimat tadi, seketika memutuskan harapan yang sudah ia tanam sejak lama.


__________


5 tahun lalu


Di depan Gedung Ajendam yang besar dan gagah, kakinya melangkah masuk sembari bertawakkal


"Rabb, kalau memang banyak mudharat tolong gagalkan"


Doanya jelas, ia hanya ingin mendapat ridho tuhannya.


_tolong kumpulkan uang, untuk fotokopi 50 ribu, 30 ribu buat atk. Segera!_


Sahut bapak-bapak dengan tanda V 2 di lengannya. Ia meminta pungutan liar, saat pendaftaran.


_lho ? Katanya gak ada pungutan. Uang gua cuma sedikit, gimana pulangnya ya ?_


Kejadian hari itu, membuatnya mengurungkan niat menjadi manusia dengan pangkat di pundak.


__________


3 bulan setelah kejadian


Di dalam ruang tertutup, dengan puluhan orang dengan berwarna putih yang berbaris rapi


Ia bersama dengan penguji yang telah menanyainya dengan banyak pertanyaan, serta unjuk bakat. Sampailah ia pada pertanyaan pamungkas


"Keluarga kamu, ada yang Pegawai Negeri Juga ? Ada dari instansi ini ?"

kata bapak berbaju coklat, dengan tatapan menyelidik atas hingga bawah


Dahinya mengernyit, _pertanyaan macam apa ini_ katanya dalam hati


"Siap tidak ada pak.  Mohon izin, saya mengikuti tes ini sepenuhnya merupakan inisiatif saya untuk mengabdi pada negara" jawabnya dengan lantang 


"Oh....... gak ada ya ? Okedeh. Silahkan dari kami sudah selesai, boleh pulang" 

Sosok berkumis tebal itu mengakhiri sesi pantauan akhir (pantukhir)


Jawaban sudah jelas, ia pun tidak diterima di instansi yang dia daftarkan.


___________


Agustus, 2022


"Kalau kamu emang serius, silahkan datang ke orangtuaku. Hadapi ia"


Perkataan wanita tersebut selalu terbayang dalam benaknya.


Hingga hari itu tiba, ia berkunjung ke rumah wanita impian nya.

Membawa segala persiapan, mulai dari mental hingga material.


Dengan baju warna biru, rambut tersisir ke atas fauxhawk dan membawa dua bingkisan, ia duduk setelah diizinkan tuan rumah


Denyut jantungnya berdebar makin kencang menunggu calon mertuanya kembali dari dapur



Ibunya pun kembali, membawa teh manis hangat dan segera bertanya tanpa basa-basi


Dengan senyum tersungging, ia bertanya

"Kamu, abdi negara ?"


deg


Senyum yang semenjak tadi ia tawarkan, hilang dengan cepat mendengar pertanyaan itu


"Maaf tante, saya bukan abdi negara."


"Oh, gitu ya"


"Iya tante...bukan hehe" senyum nya kecut, dipaksakan


"Emmm......jadi gini dek......mohon maaf kalau lancang. Anak saya sudah ada yang deketin."


Hening sejenak. Rendi seketika kebingungan, ia mengerenyitkan dahi, berusaha fokus mendengarkan


"Dia abdi negara, perwira dari salah satu angkatan. Saya sih, berharap betul sama dia. Saya mau, anak saya punya jaminan begitu saya lepas"

Sahut wanita paruh baya itu. Ia menatap mata Rendi dengan penuh iba



"Waaahh......gitu ya tante. Emm, berarti saya gimana ?"


"Saya seneng kamu mau dateng silaturahmi kesini. Tapi, maaf ya dek. Kamu anak baik, sholeh, tante tau cerita kamu dari Dena. Dia cerita banyak tentang kamu. Tapi......sebagai seorang ibu, saya pengen anak saya juga bersama yang terbaik" wanita tersebut menunduk, tidak berani menatap Rendi


Begitupun dengan Rendi. Ia menunduk, menatap ubin lantai yang juga melihatnya. Dalam ubin tersebut, terbesit luka lama yang bernama "Abdi Negara"


Ia kecewa, pada dirinya. Ia pikir dirinya yang sekarang lebih dari cukup. Ternyata, masih ada beban mengganjal. Beban yang kerap kali menghantuinya dahulu, sekarang muncul kembali.


Ternyata, "Abdi Negara" kembali muncul dalam masalah "Calon Makmum" nya.


Matanya terpejam sejenak, mencoba menyesap segala sedih dan kecewa.

 Beberapa menit berlalu, menyisakan hening yang lengang


Akhirnya ia angkat bicara

"Qaadarullah tante kalau gitu. Gapapa kok......" 

Kalimatnya kembali terhenti


"......kehadiran saya disini, semata-mata ingin silaturahim dengan keluarga Dena" 

jawab Rendi dengan senyum 


"Iya nak Rendi, makasih banyak sudah mau jauh-jauh dari Bekasi ke Cianjur untuk ketemu tante. Kamu anak baik"


"Oh iya tante, kalau boleh tau.....apakah sudah ada kepastian dari abdi negara tersebut ke Dena ?"


"Sejauh ini, belum ada sih. Saya baru denger cerita dari dia kalau dia dideketin sama angkatan, dan saya seneng banget. Makannya, saya bilang ke Dena untuk jaga hubungan dengan dia. Walaupun, saya gak tau Dena gimana perasaannya"

 wanita tersebut memegang cangkirnya dengan kedua tangan


"Oh begitu ya tante. Terimakasih banyak infonya. Terimakasih sudah ngasih saya penjelasan juga. Mungkin, emang bukan jodohnya ya hehe. Lagipula, saya juga denger katanya dia mau fokus dulu sama urusan......hem saya lupa urusannya" ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal


"Iya dek, betul. Dena memang juga belum mau dipinang dalam waktu dekat. Makannya, saya juga masih berharap sama perwira itu. Kalau kamu, maunya kan sekarang ya" 


"Hem, iya tante. Lagi-lagi...... terimakasih banyak sudah terus terang ke saya ya. Ini, ada titipan untuk tante dan Dena..semoga ada manfaatnya. Saya seneng kalau Dena juga seneng. Saya izin pamit."

Rendi berdiri pamit keluar. Menahan air mata tersebut turun.


Ia kembali ke Bekasi dengan banyak pelajaran dan hikmah


Seperti tahun-tahun lalu, ia masih harus berhadapan dengan abdi negara yang kerap kali mengecewakannya.


"Ya rabb, siapapun orangnya kupasrahkan padamu. Ini, merupakan ikhtiarku dalam menjemput jodoh"

_______


September, 2023

Ia menatap layar laptopnya, lagi-lagi mengerenyitkan dahi.


"Persyaratan untuk mendaftar instansi, harus memiliki pengalaman dua tahun di bidang terkait"



"Astaghfirullah. Emang gak diridhoin untuk masuk ranah publik ya"

Rendi menatap layar laptop dengan geram


Lantas, ia segera ke ruang tamu dan menatap foto ayahnya 


"Yah, maaf. Aku bukan abdi negara" sembari berkata pada ayahnya di foto tersebut


Tangisnya tumpah. Akumulasi perasaan yang tak terbendung, membuat air mata tersebut mengalir dengan tenang


Hari itu, ia mencoba berdamai dengan segala kejadian "Abdi Negara" dalam hidupnya


Rendi merasa hutang kepada ayahnya telah lunas. Ia gagal mendaftar abdi negara, bukan karena tidak mau.....tetapi karena memang "abdi negara" bukan jalannya. Ia kalah sebelum berperang. Bahkan dalam ranah romansa.....kerap kali ia dikalahkan abdi negara.


"Ya rabb, aku pasrah padamu. Bimbing aku kemanapun, asalkan kau Ridho"

______________


Agustus, 2045

Dengan segala usaha yang ada, hari ini Rendi menatap usahanya yang berkembang pesat. Grand launching fitness centernya yang ke 10 telah selesai. Para pejabat negara, dan pejabat daerah setempat menyalami nya.


"Pak Rendi, terimakasih banyak. Bapak sudah mengabdi pada negara, dengan jalur berbeda. Banyak masyarakat terbantu karena perusahaan bapak" kata pak Menteri Olahraga, menyalami tangan rendi dengan kuat


"Makasih banyak, bapak. Tugas saya sebagai seorang muslim, memang harus mengabdi pada negara ini. Jawab Rendi dengan senyum.

________________


Hidup yang tidak diperjuangkan, tidak akan dimenangkan. Salah satu bentuk keimanan ialah percaya takdir baik, ataupun buruk.


Apa yang ia tuliskan, pasti selalu ada kebaikan di dalamnya


Laa tay asu mir rahmatillaaahh

"Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah"


Rendi, mendapat hikmah banyak dari perjuangannya. Tak ada penyesalan atas segala ikhtiarnya. Tugasnya hanya menjemput, dan tawakkal sudah menjadi energi dalam setiap langkah. 


Ditolak menjadi abdi negara, bahkan kalah dalam perjodohan dengan abdi negara, membuatnya semakin kuat. 


Ia bangga, karena ia lebih dari abdi negara. Ialah abdullah, hamba Allah. Hamba dari Maha Raja, Maha Kuasa, Maha Pencipta, dan segala Maha lainnya.


Lagi-lagi, ia merasa bangga karena ia sudah mengejar apapun yang ia inginkan. Hingga Allah menutup pintu tersebut, dan dibukakan pintu lainnya menuju kebahagiaan dan RidhoNya.


-Bandung 30 September 2023

Komentar

Postingan Populer